self-healing dalam Islam

Self-Healing dalam Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Setiap manusia pasti pernah mengalami luka batin, stres, atau kegelisahan dalam hidup. Dalam menghadapi berbagai ujian, banyak orang mencari cara untuk menyembuhkan diri atau yang dikenal dengan istilah self-healing. Dalam Islam, konsep self-healing tidak hanya berfokus pada aspek psikologi modern, akan tetapi juga mencakup aspek spiritual yang menghubungkan manusia dengan Sang Pencipta.

Self-healing dalam Islam bukan hanya tentang menenangkan pikiran, tetapi bagaimana seseorang bisa memperkuat hati, iman, dan kedekatannya kepada Allah. Al-Quran dan hadis Rasulullah saw telah memberikan panduan tentang bagaimana cara menyembuhkan diri dari kesedihan, kecemasan, dan stres. Bahkan, kisah para nabi dan sahabat juga mengajarkan banyak hal tentang ketabahan dan bagaimana cara bangkit dari keterpurukan.

Konsep Self-Healing dalam Islam

Islam mengajarkan bahwa penyembuhan sejati berasal dari hati yang tenang dan keyakinan kepada Allah. “Dan Kami turunkan dari Al-Quran sesuatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Isra: 82). Dari ayat ini, kita bisa memahami bahwa Al-Quran adalah salah satu sumber utama penyembuhan, baik secara fisik maupun batin.

Cara Self-healing dalam Islam

Pertama, membaca Al-Quran. Ya, Al-Quran adalah cahaya bagi hati yang gelisah. Membacanya dengan penuh penghayatan bisa memberikan ketenangan dan menghilangkan kegelisahan.

Kedua, zikir dan istighfar. Mengingat Allah dalam kondisi apa pun bisa memberikan ketenangan hati. Rasulullah saw bersabda: “Dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Ketiga, salat sebagai terapi jiwa. Rasulullah saw menjadikan salat sebagai tempat mencari ketenangan. Ketika menghadapi kesulitan, beliau berkata: “Berdirilah untuk salat, wahai Bilal, karena di dalam salat ada ketenangan.”

Keempat, sabar dan syukur. Kesabaran adalah kunci menghadapi segala cobaan. Rasulullah saw bersabda: “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin! Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu juga baik baginya.” (HR. Muslim).

Kisah Self-Healing dari Nabi dan Sahabat

Pertama, Nabi Yaqub. Beliau kehilangan putranya, Nabi Yusuf, selama bertahun-tahun. Namun, beliau tetap bersabar dan terus berdoa kepada Allah. Dalam QS. Yusuf ayat 86, beliau berkata: “Aku hanya mengadukan kesusahan dan kesedihanku kepada Allah.”

Kedua, Nabi Muhammad saw. Beliau mengalami tahun paling menyedihkan dalam hidupnya, yang dikenal sebagai ‘Aam al-Huzn (Tahun Kesedihan). Dalam tahun ini, beliau kehilangan istri tercintanya, Khadijah, dan pamannya, Abu Thalib. Namun, beliau bangkit dengan mendekatkan diri kepada Allah melalui salat malam dan doa.

Ketiga, Bilal bin Rabah. Beliau mengalami penyiksaan berat karena mempertahankan keimanannya. Namun, dia tetap teguh dan selalu mengucapkan “Ahad, Ahad” (Allah Maha Esa). Keimanannya membuatnya tetap kuat menghadapi penderitaan.

Kisah ini mengajarkan bahwa self-healing sejati adalah dengan memperkuat hubungan dengan Allah dan tidak berputus asa dari rahmat-Nya. Dan pada akhirnya, luka yang kita bawa bukanlah tanda kelemahan, melainkan jejak perjalanan. Setiap goresan kesedihan adalah pengingat bahwa kita pernah bertahan. Dan dalam Islam, self-healing bukan sekadar merawat diri, tetapi juga sebuah perjalanan kembali kepada Allah, kepada fitrah, kepada ketenangan yang sejati.

Hati yang lelah akan menemukan istirahatnya dalam sujud. Jiwa yang gelisah akan menemukan jawaban dalam ayat-ayat-Nya. Tidak ada luka yang abadi, tidak ada duka yang selamanya menggantung. Sebab, Allah tidak pernah membiarkan hamba-Nya tenggelam dalam kesedihan tanpa jalan kembali.

Maka, jika dunia terasa sesak, beristirahatlah. Bukan dengan menyerah, tetapi dengan berserah. Karena di setiap penghambaan, ada penyembuhan. Dan di setiap ujian, ada kasih sayang Tuhan yang tersembunyi. “Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28). (Nenden)

× Tanya Admin