Melaksanakan ibadah umrah adalah impian umat Islam. Namun, biaya perjalanan yang tidak sedikit sering kali menjadi hambatan. Dalam kondisi ini, sebagian orang memilih mengambil pinjaman atau berutang pergi umrah. Namun, apakah boleh melakukan hal tersebut?
Perspektif Hukum Syariat
Dalam Islam, melaksanakan umrah termasuk ibadah sunnah yang artinya tidak wajib. Berbeda dengan haji yang menjadi kewajiban jika mampu, ajaran Islam menganjurkan umrah tetapi tidak wajib bagi orang yang belum memiliki kemampuan finansial.
Sebagaimana firman Allah, “Dan hanya untuk Allah, kewajiban manusia untuk melaksanakan haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” (QS Ali Imran [3]: 97)
Ulama sepakat bahwa kemampuan finansial menjadi salah satu syarat sahnya ibadah haji atau umrah. Jika seseorang belum mampu secara ekonomi, maka tidak ada dosa baginya untuk menunda ibadah tersebut.
Hukum Berutang untuk Umrah
Berhutang dalam Islam pada dasarnya boleh, selama memenuhi syarat tertentu, seperti: adanya keyakinan dapat melunasi utang, tidak memberatkan diri sendiri atau keluarga, dan tidak melibatkan riba, karena riba haram dalam Islam.
Namun, berutang untuk keperluan yang sifatnya sunnah seperti umrah, Islam tidak menganjurkan. Ini karena prioritas utama adalah menjaga kesejahteraan diri sendiri dan keluarga. Jika berutang justru menimbulkan beban finansial yang berat, maka hal ini dapat membawa mudarat.
Rasulullah saw bersabda, “Cukuplah seseorang itu disebut berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Pendapat Ulama
Sebagian ulama berpendapat bahwa lebih baik menunda ibadah umrah hingga benar-benar memiliki kemampuan finansial. Mereka menekankan pentingnya menghindari kesulitan yang tidak perlu akibat utang. Namun, jika seseorang sangat yakin dapat melunasi utang tanpa memberatkan dirinya atau orang lain, maka hal ini tidak menjadi masalah.
Alternatif yang Bijak
Bagi yang ingin menunaikan umrah tetapi belum mampu, dapat mempertimbangkan beberapa langkah yakni: menabung secara terencana (lokasikan sebagian pendapatan secara rutin untuk tabungan umrah), berdoa dan bersabar (meminta kepada Allah agar dapat kemudahan rezeki untuk menunaikan ibadah), mengutamakan kebutuhan pokok (pastikan kebutuhan keluarga terpenuhi sebelum memikirkan ibadah sunnah).
Maka kesimpulannya, berutang pergi umrah dalam Islam boleh jika melakukannya dengan niat yang tulus, tanpa melibatkan riba, dan tidak memberatkan diri sendiri maupun keluarga. Namun, akan lebih baik jika seseorang menunggu hingga memiliki kemampuan finansial. Hal ini sejalan dengan prinsip Islam yang menganjurkan keseimbangan dalam ibadah dan tanggung jawab duniawi.
Dengan merencanakan secara matang dan bertawakal kepada Allah, semoga keinginan untuk menunaikan ibadah umrah dapat tercapai tanpa harus menimbulkan beban tambahan. (Dian Safitri)