hukum memakai alas kaki

Hukum Memakai Alas Kaki ketika Tawaf atau Sa’i

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Islam menganjurkan jemaah haji dan umrah untuk melaksanakan tawaf tanpa alas kaki. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan rasa hormat dan takzim terhadap Ka’bah dan Masjidil Haram. Para ulama fikih menyebutkan bahwa hukum memakai alas kaki seperti sandal, sepatu, atau kaos kaki saat tawaf adalah makruh.

Sebagian menganggap pemakaian kaos kaki kurang mencerminkan sikap hormat yang sepatutnya kepada tempat suci tersebut. Namun, bagi jemaah yang memiliki uzur seperti lantai yang panas atau kondisi kesehatan tertentu, boleh menggunakan alas kaki tanpa makruh hukumnya.

Syekh M. Nawawi bin Umar Al-Jawi dalam Kitab Nihayatuz Zain menjelaskan bahwa meskipun lebih baik bertawaf tanpa alas kaki, jika ada kesulitan seperti lantai yang panas maka pemakaian alas kaki tidak makruh.

“Tawaf dilakukan telanjang kaki. Seandainya jemaah melakukan tawaf mengenakan sandal yang suci, maka itu kurang baik karena menunjukkan sikap kurang takzim (pada Masjidil Haram) kecuali sulit baginya menginjak lantai dengan telapak kaki karena panas (atau uzur lainnya) maka tidak makruh.” (Beirut, Darul Kutub Ilmiyah, 2002: 204)

Tidak Ada Larangan ketika Sa’i

Sementara itu, dalam ibadah sa’i antara Shafa dan Marwah ketentuannya lebih fleksibel. Tidak ada larangan menggunakan alas kaki saat melaksanakan sa’i. Jemaah hanya sunnah melakukannya dalam keadaan suci dan aurat tertutup.

Bahkan, jika melakukan sa’i dalam keadaan berhadas, junub, haid, atau terdapat najis, sa’i tetap sah. Hal ini merujuk pada pendapat Imam Al-Nawawi dalam Kitab Al-Idhah fi Manasikil Hajj.

“Kedua, jemaah dianjurkan melakukan sa’i dalam kondisi suci, menutup aurat. Seandainya jemaah melakukan sa’i dengan terbuka aurat, berhadas, junub, haid, atau padanya terdapat najis, ibadah sa’inya tetap sah.” (Beirut, Darul Fikr: 139)

Kesimpulannya, hukum memakai alas kaki saat tawaf dan sa’i pada dasarnya boleh. Terutama jika ada terdapat uzur, baik internal seperti kondisi kesehatan jemaah, maupun eksternal seperti lantai yang panas, dingin, atau basah. Semoga penjelasan ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca. Wallahu a’lam. (Dian Safitri)

× Tanya Admin