Mencium Hajar Aswad, sebuah batu hitam suci yang terletak di sudut Ka’bah, merupakan salah satu amalan yang jemaah haji dan umrah lakukan ketika tawaf. Meski tidak wajib, amalan ini memiliki makna mendalam bagi umat Islam.
Selain bentuk ketaatan mengikuti sunnah Rasulullah, mencium Hajar Aswad menyimpan banyak hikmah dan pembelajaran yang dapat kita ambil dalam kehidupan sehari-hari.
Peningkatan Ketaatan kepada Allah
Mencium Hajar Aswad adalah ibadah yang tidak memiliki makna rasional dalam pandangan manusia biasa, tetapi melakukannya semata-mata karena Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah saw.
Umar bin Khattab berkata ketika menciumnya, “Aku tahu bahwa engkau hanyalah batu yang tidak dapat mendatangkan manfaat atau mudarat. Sekiranya aku tidak melihat Rasulullah saw menciummu, aku tidak akan menciummu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari sini kita belajar bahwa ketaatan kepada Allah sering kali mengharuskan kita meninggalkan logika manusia dan sepenuhnya bersandar pada keimanan.
Menggugah Keimanan dan Kepatuhan
Hajar Aswad adalah simbol ujian keimanan. Banyak jemaah rela berdesakan untuk mencium batu ini karena keyakinan akan keberkahannya, meskipun tidak semua berhasil.
Sikap ini mencerminkan tingkat keimanan yang tinggi dan kepatuhan terhadap ajaran Islam. Kita belajar untuk menjalani kehidupan dengan penuh kepasrahan kepada Allah, bahkan ketika logika atau hawa nafsu mengarahkan kita sebaliknya.
Peringatan akan Dosa dan Tobat
Hajar Aswad yang dahulu turun dari surga dalam keadaan putih bersih, berubah menjadi hitam karena dosa-dosa manusia. Hal ini mengajarkan kita bahwa dosa memiliki dampak, baik itu pada diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Kisah ini mengingatkan umat Islam untuk senantiasa bertobat dan menjaga kesucian hati agar tidak ternoda oleh dosa.
Makna Kesetaraan dan Persatuan Umat Islam
Semua umat Islam boleh mencium Hajar Aswad tanpa membedakan status sosial, ras, atau kebangsaan. Semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk melaksanakan ibadah ini. Menunjukkan bahwa di hadapan Allah, semua manusia setara.
Hikmah ini mengajarkan kita untuk menanggalkan kesombongan dan prasangka, mengutamakan persaudaraan, dan menjunjung nilai persatuan di antara sesama muslim.
Kesabaran dalam Ibadah
Kerumunan besar di sekitar Hajar Aswad mengajarkan kesabaran. Jemaah sering kali harus menunggu giliran, menghadapi desakan, dan bahkan menahan diri ketika tidak bisa mencium langsung. Hal ini melatih kita untuk bersikap sabar, baik itu dalam beribadah maupun menghadapi tantangan hidup.
Mengingat Akhirat
Hajar Aswad akan menjadi saksi pada hari kiamat terhadap siapa saja yang menyentuhnya dengan ikhlas. Hal ini mengingatkan bahwa setiap amalan kita di dunia akan dicatat dan dipertanggungjawabkan di akhirat. Maka, mencium Hajar Aswad menjadi simbol bahwa umat Islam harus senantiasa ikhlas dan sadar akan pertanggungjawaban amal mereka kelak.
Menyadari Keterbatasan Manusia
Tidak semua orang yang ingin mencium Hajar Aswad dapat melakukannya, terutama ketika kondisi terlalu ramai. Hal ini mengajarkan kita untuk menerima keterbatasan dan memahami bahwa ibadah bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal niat. Dalam kondisi tertentu, cukup dengan melambaikan tangan ke arah Hajar Aswad dan mengucapkan “Allahu Akbar”.
Pembelajaran dalam Kehidupan Sehari-hari
Dari hikmah mencium Hajar Aswad, umat Islam dapat mengambil pelajaran yang relevan dalam kehidupan sehari-hari:
- Ikhlas dalam beramal: Lakukan segala sesuatu dengan niat yang murni karena Allah, bukan karena pandangan manusia.
- Menjaga kebersihan hati: Hindari dosa dan selalu berusaha untuk bertobat, sebagaimana Hajar Aswad menjadi pengingat akan akibat dosa.
- Mengutamakan kesabaran: Seperti dalam kerumunan di sekitar Hajar Aswad, kehidupan juga memerlukan kesabaran untuk mencapai tujuan.
- Menghargai persatuan: Perbedaan latar belakang tidak menjadi halangan untuk bersatu, baik dalam beribadah maupun bermasyarakat. (Dian Safitri)