Kota Madinah yang memiliki nama lengkap Madinah Al-Munawwarah (Kota yang Bercahaya) adalah salah satu kota paling bersejarah dalam Islam. Sebelum menjadi pusat peradaban Islam, Madinah dulunya bernama Yatsrib. Perjalanan sejarah Kota Madinah sangat panjang dan penuh makna. Mulai dari zaman pra-Islam hingga menjadi pusat spiritual umat muslim. Berikut ulasan singkatnya.
Madinah Sebelum Islam
Sebelum kedatangan Islam, Yatsrib merupakan kota oase yang penting di Jazirah Arab. Berbagai suku menghuni kota ini, termasuk suku Arab dan Yahudi. Dua suku Arab utama yang tinggal di Yatsrib adalah Aus dan Khazraj, sementara komunitas Yahudi terdiri dari Bani Quraizhah, Bani Nadhir, dan Bani Qainuqa.
Yatsrib terkenal sebagai daerah subur yang di sekelilingnya penuh dengan kebun kurma dan sumber air. Namun, hubungan antara suku-suku yang mendiami kota ini sering kali terjadi konflik. Akibatnya situasi politik dan sosial Yatsrib tidak stabil.
Hijrah Rasulullah ke Madinah
Tahun 622 M, Nabi Muhammad saw bersama para sahabatnya berhijrah dari Makkah ke Yatsrib untuk menghindari tekanan dan penyiksaan dari kaum Quraisy. Hijrah ini menjadi tonggak penting dalam sejarah Islam yang menandai awal kalender Hijriyah.
Setibanya di Yatsrib, para penduduknya menyambut Rasulullah saw dengan hangat yang kemudian disebut Ansar (penolong). Yatsrib pun berubah namanya menjadi Madinah Al-Munawwarah yang berarti Kota yang Bercahaya.
Pembentukan Piagam Madinah
Salah satu langkah pertama Rasulullah saw di Madinah adalah menyusun Piagam Madinah (Sahifah Madinah) yang merupakan konstitusi tertulis pertama di dunia. Piagam ini mengatur hubungan antara kaum muslimin, kaum yahudi, dan kelompok lainnya yang tinggal di Madinah. Piagam ini menekankan persatuan, perlindungan bersama, dan keadilan bagi semua pihak.
Madinah sebagai Pusat Islam
Selama 10 tahun Rasulullah saw tinggal di Madinah, kota ini berkembang menjadi pusat agama, politik, dan militer Islam. Madinah menjadi tempat berdirinya Masjid Nabawi yang bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga pusat pemerintahan dan pendidikan.
Dari Madinah, Rasulullah saw memimpin berbagai ekspedisi dan perjanjian, termasuk Perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Kota ini menjadi saksi perjuangan awal umat Islam untuk menegakkan agama Allah.
Madinah pasca Wafatnya Rasulullah
Setelah wafatnya Rasulullah saw pada tahun 632 M, Madinah tetap menjadi pusat pemerintahan Islam selama masa Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib). Selama periode ini, berbagai keputusan penting terkait penyebaran Islam diambil di Madinah.
Namun, setelah masa Khulafaur Rasyidin, ibu kota pemerintahan Islam berpindah ke Kufah, Damaskus, dan kemudian Baghdad. Meski demikian, Madinah tetap menjadi pusat spiritual dan tempat yang umat Islam hormati.
Madinah di Era Modern
Pada era modern, Madinah menjadi bagian dari Kerajaan Arab Saudi. Kota ini terus berkembang menjadi pusat ziarah bagi jutaan muslim yang datang untuk mengunjungi Masjid Nabawi dan makam Rasulullah saw. Pemerintah Arab Saudi telah melakukan berbagai proyek pengembangan infrastruktur untuk memudahkan para peziarah, termasuk perluasan Masjid Nabawi dan pembangunan fasilitas modern. Dan sejarah Kota Madinah tetap lestari hingga kini. (Dian Safitri)